Tag

, , , , , , , , , , ,

Keliling Indonesia sedang di Toraja

“Keliling Indonesia” sedang di Toraja, Sulawesi Selatan

4 tahun yang lalu…

Selesai urusan kampus saya segera turun ke Semarang bagian bawah di Galeri Suara Merdeka (gedung Arsip Suara Merdeka) depan stasiun Tawang, disana sedang diadakan pameran foto “Toraja” yang dilaksanakan oleh UKM Fotografi Prisma Universitas Diponegoro. Saat itu adalah saat saya sedang sangat tertariknya semua hal yang berbau fotografi. Tema budaya Toraja sangat membuat saya penasaran ingin tahu, banyak pertanyaan yang muncul di kepala saya seperti, Toraja ada di daerah mana, apa pakaian adatnya, dan apa saja upacara-upacara adatnya. Lalu, setelah saya datang dan melihat semua foto-foto indah itu, komentar saya hanya satu yaitu saya harus datang ke sana.

Jumat, 1 Mei 2015

Tiket Citilink harga promo Balikpapan – Makassar PP sudah ditangan, itinerary Makassar – Toraja juga sudah dicetak, peta kota Makassar dan itinerary sudah hapal, tapi masih ada satu yang kurang dalam mempersiapkan perjalanan ini, saya tidak menemukan kabel charger baterai kamera. Pukul 11.15 wita saya sudah sampai di bandara Sepinggan, Balikpapan. Sambil duduk menunggu panggilan masuk ke pesawat dan melupakan kabel charger baterai kamera yang tetap tidak ketemu sampai detik-detik terakhir meninggalkan kamar saya mulai mengingat kembali tujuan perjalanan solo traveling ini. Sudah banyak artikel yang membahas apa sih serunya solo traveling, mengapa ada orang yang melakukan solo traveling, dan banyak pertanyaan lain berkaitan solo traveling. Bagi saya perjalanan kali ini adalah untuk mengetes kembali mental saya, dan ingin mengenal tempat baru.

Citilink QG-733 BPN-UPG

Citilink QG-733 BPN-UPG

Jika duduk di kursi dekat jendela sebelah kiri pesawat lalu mulai melihat daratan pulau Sulawesi, saya disambut pemandangan keren yaitu beberapa pulau kecil dengan dikelilingi pasir putih dan kapal kecil disekitarnya dimana pulau-pulau itu terasa mengapung diantara lautan biru yang dalam. Seperti ubur-ubur apabila dilihat dari atas. Mendarat di bandara Sultan Hasanuddin Makassar pukul 13.30 wita, tujuan selanjutnya cari loket bus Damri yang akan mengantar saya ke agen bus Litha & CO. Saya pilih keberangkatan pukul 21.00 wita agar tidak terlalu pagi sampai Toraja dan nanti tidak terlalu buru-buru ketika masih asyik menikmati kota Makassar. Tiket bus Litha & CO sebaiknya di pesan satu atau dua hari sebelum berangkat.

Di agen bus Litha & CO saya janjian bertemu dengan kawan SMA yang sekarang sedang penempatan kerja di kota Makassar. Sudah 10 tahun tidak pernah bertatap muka makin banyak yang berubah di dirinya. Setelah menitipkan tas di kamar kosnya saya diantar ke tujuan kuliner pertama saya yaitu Pallubasa Serigala. Pukul 16.00 wita tempat kuliner khas Makassar ini tetap ramai, Pallubasa itu mirip dengan coto, namun perbedaannya terletak pada bumbu kuahnya yang ditambahkan kelapa goreng halus. Biar tambah sedap bisa minta pakai alas, yaitu dikasih telur mentah dikuahnya.

Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin

Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin

Bus Damri Bandara

Bus Damri Bandara

Pallubasa Serigala di jalan Serigala

Pallubasa Serigala di jalan Serigala

Kesan pertama mengenai kota Makassar adalah orang-orangnya yang asik di ajak ngobrol waktu di bus Damri bersama supir dan penumpang lainnya, jalanan yang padat ramai, dan banyak wisata kuliner enaknya. Setelah dari Pallubasa Serigala tujuan selanjutnya yaitu benteng Fort Rotterdam, tapi sayang ketika ingin memasuki benteng ini tidak diperbolehkan oleh penjaga karena sedang ada persiapan acara pribadi disini nanti malam. Cukup mengecewakan dengan kejadian tersebut, tapi ya sudahlah berarti besok-besok saya disuruh datang lagi ke Makassar. Jadi, masih agak terlalu sore saya datang di pantai Losari untuk melihat sunset dari pulau Sulawesi. Tempat ini sangat ramai dengan aktivitas masyarakat Makassar, ada anak-anak yang bermain bola, berdagang, Zumba dance dengan lagu goyang dumangnya, bahkan ada bangunan galeri seni lukisan. Oya, jangan dibayangkan kalau datang kesini bakal menikmati sunset dengan duduk atau berjalan di atas pasir pantai ya.

Art Gallery di pantai Losari

Art Gallery di pantai Losari

Lukisan di dalam Art Gallery

Lukisan di dalam Art Gallery

Sambil ditemani satu porsi pisang Epe saya ngobrol dengan Agus cerita tentang kabar kawan-kawan SMA yang terbaru, kabar kerjaan, termasuk juga tips untuk ke Toraja dan ke Ramang-ramang. Tidak terasa sudah jam 19.00 wita masih ada satu wisata kuliner yang belum dicoba yaitu mie Titi dengan kuah seafood. Awalnya ingin coba yang di jalan Datumuseng letaknya dekat dengan pantai Losari namun untuk menu dengan kuah seafood tidak ada, yang ada di jalan Boulevard. Untung masih ada Agus yang mau mengantarkan kesana, memang istimewa makanan ini wajib di coba kalau datang ke Makassar.

Pukul 20.50 wita tiba di agen bus Litha & CO, bus-bus sudah berjejer rapi sesuai dengan papan tujuan keberangkatan masing-masing. Setelah berpamitan dengan Agus saya segera naik dan duduk sesuai nomor kursi yang ada di tiket. Kursi yang empuk dengan ada sandaran kaki serta penahan kepala yang nyaman, dan selimut tebal akan menemani malam pertama di tanah Sulawesi. Bus sudah berada di jalan Poros Makassar – Maros, sebelum memejamkan mata saya memberi kabar ke Thata tentang betapa emejing-nya kota Makassar selama 8 jam tadi.

Mie Titi kuah Seafood

Mie Titi kuah Seafood

Mie Titi Panakkukang

Mie Titi Panakkukang

Bus Litha & CO

Bus Litha & CO

Tips:

  • Sebelum berangkat ke Makassar jangan makan terlalu kenyang dulu, karena banyak makanan enak disini.
  • Untuk yang baru pertama kali datang ke Makassar, kasih estimasi waktu lebih di perjalanan karena dari bandara masuk ke kota Makassar sangat padat ramai.

Sabtu, 2 Mei 2015

Bus berhenti di sebuah persimpangan yang ditengahnya ada bundaran lalu diatasnya berdiri replika Tongkonan versi mini, semua penumpang turun dari bus dengan disambut para tukang ojek dan supir bentor (becak motor) di depan pintu bus. Jam di tangan kanan menunjukkan pukul 06.45 wita saya berjalan keliling dari tempat turun bus tadi untuk mengenal lingkungan sekitar, mencari info ATM BNI 46 terdekat, mencari info agen bus Litha & CO untuk membeli tiket pulang ke Makassar nanti malam, lalu mencari info sarapan dimana, dan persewaan motor yang katanya ada di depan SMA Katolik Sam Ratulangi. Nama penyewaan motor tersebut adalah Lebonna, letaknya dari bundaran Tongkonan tadi ambil jalan ke belakang pos polisi sampai ketemu pertigaan T, lalu belok kanan, nanti Lebonna Tour ada di kiri jalan, kalau jalan kaki sekitar 150 meter tidak terlalu jauh.

Setelah selesai urusan administrasi sewa motor dan pinjam kamar mandi untuk bersih-bersih badan, mesin motor segera saya nyalakan untuk menuju tujuan pertama yaitu Batutumonga. Disana saya akan melihat pemandangan kota Toraja Utara dari atas bukit. Oya, di Lebonna saya diberikan peta wisata Toraja, sangat banyak tujuan wisata yang bisa dikunjungi tapi sayang hanya sebagian kecil yang akan saya kunjungi. Perjalanan menuju Batutumonga hampir 2 jam, karena kondisi jalan yang cukup banyak lubang, meliuk-liuk, dan sesekali saya berhenti untuk menikmati pemandangan keren di depan mata. Pemandangan keren itu seperti ada kuburan batu yang letaknya di pinggir jalan, Tongkonan milik penduduk setempat, dan satu lagi yaitu sawah yang luas. Rasa kangen saya melihat sawah luas yang hijau bahkan ada yang terasering dengan beberapa kerbau ditengah sawah yang selama ini hanya saya lihat di kampung saja cukup banyak mengobati kerinduan terhadap salah satu pemandangan keren ini. Jalan lurus lagi sekitar 3 km dari Batutumonga akan bertemu dengan Lokomanta yaitu kuburan batu.

Bundaran Rantepao

Bundaran Rantepao

Lebonna Tourist Service

Lebonna Tourist Service

Peta wisata Tana Toraja

Peta wisata Tana Toraja

Pemandangan di Batutumonga

Pemandangan di Batutumonga

Pemandangan di Batutumonga

Pemandangan di Batutumonga

Pemandangan di Batutumonga

Pemandangan di Batutumonga

Kuburan batu di pinggir jalan Batutumonga

Kuburan batu di pinggir jalan Batutumonga

Motif ukiran di pintu kuburan batu

Motif ukiran di pintu kuburan batu

Seorang pekerja sedang memasuki lubang batu yang dibuat untuk tempat jenasah

Seorang pekerja sedang memasuki lubang batu yang dibuat untuk tempat jenasah

Perjalanan pulang sebelum masuk ke kota saya mampir ke kampung tenun Sa’dan, disini penduduk setempat membuat kain tenun dengan motif khas Toraja. Harga mulai Rp75.000 hingga ada yang diatas Rp250.000 dengan fungsi bervariasi bisa dipakai sebagai syal, hiasan dinding, taplak meja, bahkan sarung. Cocok kalau mau dijadikan oleh-oleh khas Toraja. Salah satu makanan khas di Toraja yaitu Pa’piong, terdiri atas daun miana dicampur dengan daging babi, atau ayam kampung, atau bisa juga ikan mas. Daging di dalamnya tercerai berai dan bercampur dengan parutan kelapa yang menguning karena bumbu. Bumbu yang digunakan antara lain rajangan bawang merah dan bawang putih, garam, potongan jahe, dan batang serai untuk menghilangkan bau amis. Setelah dibungkus daun miana, Pa’piong dimasukkan ke dalam batang bambu dan dibakar. Disini bagi kawan-kawan muslim akan banyak dijumpai makanan haram, namun tenang saja warung makanan yang menjual masakan halal banyak tersedia, biasanya di depan warung ada tulisan halal atau warung makan muslim.

'Tanduk kerbau di Tongkonan kampung Sa'dan

Tanduk kerbau di Tongkonan kampung Sa’dan

Seorang ibu sedang menenun kain tenun tradisional Toraja

Seorang ibu sedang menenun kain tenun tradisional Toraja

Kain tenun tradisional Toraja di kampung Sa'dan

Kain tenun tradisional Toraja di kampung Sa’dan

Warung Pong Buri depan SMA 1 Rantepao yang menjual menu Pa'piongWarung Pong Buri depan SMA 1 Rantepao yang menjual menu Pa'piong

Warung Pong Buri depan SMA 1 Rantepao yang menjual menu Pa’piong

Tujuan selanjutnya setelah makan siang adalah ke Kambira (kuburan bayi), jaraknya cukup jauh dari Rantepao bahkan saya sempat kesasar sampai masuk terlalu jauh ke kota Makale. Dari jalan Rantepao – Makale lurus terus ke arah Makale, sebelum masuk Makale ada pertigaan lalu ambil kiri menuju arah Sangala. Setelah ada lapangan, perhatikan petunjuk kiri jalan ada tulisan Kambira. Suasana tenang sejuk dengan di depan ada sebuah pohon yang tidak berdaun lagi karena dulu bagian atasnya sudah roboh terkena angin kencang. Pohon itu namanya pohon Taraa, pohon yang dijadikan tempat kuburan bayi yang belum tumbuh gigi susu. Terakhir bayi yang dikubur disitu sekitar tahun 1930an, setelah bayi dimasukkan ke dalam lubang batang pohon Taraa, sang ibu ketika kembali pulang tidak boleh menengok ke pohon tersebut. Lubang itu kemudian ditutup dengan pelepah pinang, kulit kayu, lalu bulu ijuk.

Pohon Taraa

Pohon Taraa

Pohon Taraa di objek wisata Kambira

Pohon Taraa di objek wisata Kambira

Setelah dari Kambira, lanjut ke Lemo. Arah ke Lemo adalah kembali ke arah kota Rantepao, perhatikan petunjuk di kiri jalan. Lemo adalah kuburan batu dengan kemiringan hampir 90 derajat ada pintunya dan ada tau-tau (orang-orangan) yang menunjukkan sosok ketika hidup wajahnya seperti apa. Londa adalah tujuan selanjutnya setelah dari Lemo, disini kita akan masuk ke dalam goa bisa ditemani dengan pemandu dan lampu petromak (ada biaya sewa petromak dan pemandu) dimana goa itu banyak peti mati yang digantung begitu saja bahkan ada peti mati yang sudah lapuk hancur sehingga saya bisa melihat kerangka dengan jelas. Di dalam goa saya sempat bertanya ke pemandu mengapa disekitar kerangka atau peti mati kotor sekali, banyak puntung rokok, bungkus permen, atau kemasan air mineral ternyata kata pemandu benda-benda itu adalah persembahan dari keluarga.

Kuburan batu di Lemo

Kuburan batu di Lemo

Pintu masuk objek wisata Londa

Pintu masuk objek wisata Londa

Kerangka dengan sesajian yang diberikan keluarganya

Kerangka dengan sesajian yang diberikan keluarganya

Tebing Londa, bahkan ada kuburan yang ditaruh di atas

Tebing Londa, bahkan ada kuburan yang ditaruh di atas

Jarum jam menunjukkan pukul 16.30 wita waktu sudah hampir habis untuk masa sewa motor hingga 17.00 wita. Namun masih ada satu tujuan terkenal Toraja yang belum saya kunjungi yaitu Ketekesu. Ketekesu merupakan situs pekuburan tebing dengan kuburan bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu, sayangnya ketika saya sampai disini langsung turun hujan deras. Jadi disini saya hanya melihat deretan Tongkonan, belum sempat lihat tebing dengan kuburan bergantung. Hujan deras sepertinya akan lama berhenti sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 17.00 wita lebih, saya memutuskan untuk langsung pulang ke tempat penyewaan motor dengan memakai jas hujan dan trash bag untuk membungkus tas.

Sambil menunggu keberangkatan bus Litha & CO menuju kembali ke Makassar pukul 21.00 wita, saya melihat-lihat cenderamata khas Toraja di sekitar agen bus. Rencana untuk besok saya tidak akan langsung turun di Makassar, tapi turun di pertigaan masuk perusahaan PT. Semen Bosowa, kabupaten Maros.

Ketekesu

Ketekesu

Tips:

  • Minimal menginap satu malam agar lebih mengenal budaya Toraja dan bisa berinteraksi dengan penduduk setempat. Satu hari untuk jelajah Toraja Utara bagian utara, satu hari lagi untuk jelajah Toraja Utara bagian selatan.
  • Bulan Juli – Desember banyak upacara adat yang diselenggarakan seperti Rambu Tuka (upacara syukuran, syukuran panen padi, syukuran perkawinan, dan syukuran renovasi Tongkonan) dan Rambu Solo (upacara pemakaman)
  • Belilah satu atau beberapa hasil kerajinan penduduk setempat yang bisa dijadikan oleh-oleh.
  • Bawa jas hujan, payung, cover bag, atau trash bag apabila harus tetap melanjutkan perjalanan ketika sedang hujan

Minggu, 3 Mei 2015

Pukul 04.15 wita saya turun di pertigaan masuk perusahaan PT. Semen Bosowa, langit masih gelap dan sepi, sesekali truk-truk semen lewat di pertigaan tersebut. Sambil menunggu matahari muncul terang saya duduk di masjid dekat pertigaan jalan. Usai warga setempat menunaikan sholat subuh, saya dihampiri salah seorang warga yang ternyata merupakan ketua RT, rumahnya ada di depan masjid. Saya kemudian diajak singgah dulu ke rumahnya yang kebetulan istrinya jualan nasi kuning, jadi sekalian sarapan disana. Pemandangan dari lantai dua rumah pak RT cukup keren karena saya bisa melihat deretan batuan karst yang menjulang di kejauhan.

Pukul 06.25 wita saya diantar ojek ke dermaga ramang-ramang sekitar 300 meter dari pertigaan masuk tadi, dermaganya ada di bawah jembatan. Dari dermaga ini saya akan menuju kampung Berua, di desa Salengrang, kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros. Dimana kampung tersebut dikelilingi dengan karst yang menjulang tinggi, saya akan berada di tengah rimbunan tebing karst. Karst Maros sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai gugusan karst terbesar kedua di dunia setelah Guilin, China. Perjalanan yang ditempuh sekitar 20 menit hanya bisa menggunakan perahu nelayan berkapasitas 4 – 5 orang. Selama perjalanan saya melewati batuan karst di kanan maupun kiri yang tinggi sekali, melewati terowongan batu, dan deretan pohon nipah yang masih satu keluarga dengan pohon palem.

Setelah 20 menit perjalanan naik perahu dengan pemandangan istimewa, akhirnya sampai juga di kampung Berua. Pemandangan disini tidak kalah istimewanya, keren lah pokoknya percuma kalau sudah sampai Makassar tapi tidak mampir kesini. Saya bertemu rombongan dari Jakarta, Malaysia, dan India yang datang semalam dan menginap di rumah Daeng Beta. Disini selain ada pemandangan tebing karst, kita bisa menikmati mata air yang telah dibendung, dan goa. Tempat ini cocok yang rindu dengan suasana alam tanpa polusi suara mesin atau kendaraan, bisa mendengar suara hewan bebek, serangga, dan burung-burung. Menghabiskan waktu 4 jam disini sungguh tidak terasa, tahu-tahu sudah pukul 11.00 wita dan saya harus kembali ke kota Makassar. Rencana awal setelah dari kampung Berua saya akan berkunjung ke taman nasional Bantimurung, tapi semalam mendapat kabar kalau Thata pagi ini sudah kembali ke Makassar jadi saya ubah rencana langsung kembali ke kota Makassar saja. Inilah salah satu asiknya solo traveling bisa ubah rencana sesuai kondisi tanpa perlu berkompromi dengan kawan seperjalanan.

Dermaga Rammang-Rammang

Dermaga Rammang-Rammang

Dinding batuan karst dan pohon nipah di kanan kiri menujua kampung Berua

Dinding batuan karst dan pohon nipah di kanan kiri menujua kampung Berua

Kampung Berua ditengah tebing karst

Kampung Berua ditengah tebing karst

Rumah penduduk kampung Berua dengan latar tebing karst

Rumah penduduk kampung Berua dengan latar tebing karst

Kebetulan rombongan dari Jakarta dan Malaysia tadi akan kembali ke bandara, jadi saya minta ijin numpang sampai bandara. Kaki yang beralaskan sandal jepit banyak menempel lumpur kering dari kampung Berua, saya mencari kamar mandi yang ada shower-nya namun tidak ketemu sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 12.00 wita. Akhirnya saya mandi di toilet sempit lalu harus menata barang dan tas agar tidak basah tersiram air. Setelah dalam perjalanan yang begitu padat, saya dan Thata bertemu di food court MaRI (Mall Ratu Indah). Di pertemuan itu dia memberi salah satu hasil karyanya yaitu Knot Pillow, bantal yang berbahan dacron silicon ini lalu dibentuk simpul sedemikian rupa. Satu yang membuat saya berkesan ternyata sebagian hasil penjualan Knot Pillow akan disumbangkan ke program 1000 guru Makassar (twitter: @1000_Guru_Mksr), semoga yang disumbangkan tidak hanya satu produk ini saja tapi produk-produk berikutnya juga. Perjalanan kembali ke bandara dengan taksi melewati tol dengan waktu tempuh sekitar 20 menit sempat membuat saya tertidur di dalamnya, ternyata cukup melelahkan perjalanan ini tapi asyik seru. Tahun depan mungkin saya akan kembali membuat solo traveling, keren dah.

Knot Pillow

Knot Pillow. Harga: Rp90.000,-

Tips:

  • Datang ke kampung Berua pagi-pagi, pukul 06.00 wita kata pak RT depan Masjid sudah ada kapal di dermaga untuk menikmati suasana pagi sebelum matahari cerah muncul di tengah tebing Karst.
  • Atau sekalian datang agak sore terus menginap di rumah daeng Beta, pulangnya besok siang.

Kontak pembuat Knot Pillow:

  • IG: TWENYFI
  • Line: juwitabestari
  • BBM: 51F5F2EB
  • WA: 085242767986

Pengeluaran utama dari 1 Mei sampai 3 Mei 2015:

  • Tiket Balikpapan – Makassar PP Rp842.000
  • Asuransi perjalanan Rp36.000
  • Damri Bandara (2x) Rp54.000
  • Bus Litha & CO Makassar – Toraja PP Rp310.000
  • Tiket objek wisata Kambira, Lemo, Londa Rp30.000
  • Sewa lampu di Londa Rp30.000
  • Pemandu di Londa Rp20.000
  • Sewa kapal Ramang-ramang Rp300.000
  • Taksi dari kota Makassar ke bandara Rp145.000
  • Wisata kuliner Rp173.000